Selamat Datang di Zziies.blogspot.com Semoga Materi Yang Di Sampaikan Dapat Bermanfaat

17/06/12

MASALAH SOSIAL UNTUK MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Penyebab kemiskinan sangat kompleks, sehingga perspektif dalam melihat berdasarkan persoalan real dalam masyarakat tersebut. Persoalan real dalam masyarakat biasanya karena adanya kecacatan individual dalam bentuk kondisi dari kelemahan biologis, psikologis, maupun kultural sehingga dapat menghalanginya untuk memperoleh peruntungan untuk dapat memajukan hidupnya. Kelompok yang masuk dalam golongan yang tidak beruntung, yaitu kemiskinan fisik yang lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menagani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah. Sebelum mengetahui lebih dalam, perlu diketahui penyebab kemiskinan yang secara tidak langsung menjadi standar global :

1.      Kemiskinan kebudayaan, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada subjeknya. Misalnya: malas, tidak percaya diri, gengsi, tidak memiliki jiwa wirausaha yang kompatibel, tidak mempunyai kemampahlian,dsb.
2.      Kemiskinan struktural, hal ini biasanya terjadi karena disebabkan oleh faktor eksternal yang melatar belakangi kemiskinan. Faktor eksternal itu biasanya disebabkan kinerja dari pemerintah diantaranya: pemerintah yang tidak adil, korupsi, paternalistik, birokrasi yang berbelit.
Sedangkan penyebab kemiskinan yang dialami oleh pedesaan pengaruh faktor pendidikan yang rendah:
1.      ketimpangan kepemilikan lahan dan modal pertanian;
2.      ketidakmerataan investasi di sektor pertanian;
3.      alokasi anggaran kredit yang terbatas;
4.      terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar;
5.      kebijakan pembangunan perkotaan (mendorong orang desa ke kota);
6.      pengelolaan ekonomi yang masih menggunakan cara tradisional;
7.      rendahnya produktivitas dan pembentukan modal;
8.      budaya menabung yang belum berkembang di kalangan masyarakat desa;
9.      tata pemerintahan yang buruk (bad governance) yang umumnya masih berkembang di     daerah pedesaan;



B.    TUJUAN
Adapun tujuan Pekerjaan Sosial yaitu untuk :
1.        Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-tugas kehidupannya dan kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
2.        Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem yang dapat menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-kesempatan yang dibutuhkannya.
3.        Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem-sistem tersebut secara efektif dan berperikemanusiaan.
4.        Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan kebijakan serta perundang-undangan sosial

















BAB II
PEMBAHASAN
A.       DILIHAT DARI ASPEK PSIKOLOGIS
Kemiskinan jika dilihat dari aspek psikologis terdapat berbagai akibat yang masuk kedalamnya, diantaranya adalah rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Kemiskinan secara psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dimasyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dalam dari si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “Kemiskinan Budaya” yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja, dsb. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih cepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan.
B.       DILIHAT DARI ASPEK SOSIAL
Adapun kemiskinan yang dilihat dari aspek sosial, yaitu:
(1)     Kemiskinan, meliputi kelompok warga yang menyandang ketidakmampuan sosial ekonomi atau warga yang rentan menjadi miskin seperti:
a.         keluarga fakir miskin;
b.         keluarga rawan sosial ekonomi
c.         warga masyarakat yang berdomisili di lingkungan kumuh.

(2)     Keterlantaran, meliputi warga masyarakat yang karena sesuatu hal mengalami keterlantaran fisik, mental dan sosial, seperti:
a.         balita terlantar
b.         anak dan remaja terlantar, termasuk anak jalanan dan pekerja anak
c.         orang dewasa terlantar
d.        keluarga bermasalah sosial psikologis, dan
e.         lansia terlantar




(3)   Kecacatan, meliputi warga masyarakat yang mengalami kecacatan fisik dan mental sehingga terganggu fungsi sosialnya, seperti
a.       cacat veteran
b.      cacat tubuh,
b.      cacat mental (retardasi, cacat mental psychotik),
c.       tuna netra,
d.      tuna rungu wicara dan
e.       cacat bekas penderita penyakit kronis.
(4)  Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, meliputi warga masyarakat yang mengalami gangguan fungsi-fungsi sosialnya akibat ketidakmampuannya mengadakan penyesuaian (social adjusment) secara normatif, seperti:
a.       tuna susilab. anak konflik dengan hukum/ nakal,
b.      bekas narapidana,
c.       korban narkotika,
d.      gelandangan;
e.       pengemis dan
f.       korban HIV/AIDS dan
g.      eks penyakit kronis terlantar.
(5)  Keterasingan/ keterpencilan dan atau berada dalam lingkungan yang buruk, meliputi warga masyarakat yang berdomisili di daerah yang sulit terjangkau, atau terpencar-pencar, atau berpindah-pindah, yang lazim disebut Komunitas Adat Terpencil.
(6)  Korban Bencana Alam dan Sosial, meliputi warga masyarakat yang mengalami musibah atau bencana, seperti:
a.       korban bencana alam, dan
b.      korban bencana sosial yang disebabkan oleh konflik sosial dan kemajemukan latar belakang sosial budaya.

(7)  Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi, meliputi warga masyarakat yang mengalami tindak kekerasan, seperti:
a.       anak yang dilacurkan, diperdagangkan dan bekerja dalam situasi terburuk
b.      wanita korban tindak kekerasan,
c.       Lanjut Usia korban tindak kekerasan;
d.      pekerja migran korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminatif.

C.   DILLIHAT DARI ASPEK POLITIK
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencangkup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan Sumber Daya.
Sehingga masyarakat miskin biasanya adalah yang jauh dari pusat kekuasan karena kekuasaan adalah tangan baja untuk mengeruh Sumber Daya yang tersedia.
Dilihat dari aspek politik ini pula ada kaitannya dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan, serta lemahnya posisi untuk menuntut hak.
D.     PENANGANAN MASALAH BERBASIS MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses dimana masyarakat -khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumber daya pembangunan- didorong untuk meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tantangan utama pembangunan mereka lalu mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah ini. Aktivitas ini kemudian menjadi basis program lokal, regional dan bahkan nasional. Target utama pendekatan ini adalah kelompok yang termarjinalkan dalam masyarakat.. Namun demikian, hal ini tidak berarti menafikan partisipasi dari kelompok-kelompok lain. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses siklus terus menerus, proses partisipatif dimana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi Pemberdayaan Masyarakat lebih merupakan suatu proses ketimbang sebuah pendekatan cetak biru.
Mengembangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan efektifitas dan efesiensi penggunaan sumber daya pembangunan yang makin langka. Program-program pemerintah yang berbasis pemberdayaan akan menekan biaya untuk suatu pekerjaan dengan kualitas yang sama yang dikerjakan program non pemberdayaan. Pendekatan ini akan meningkatkan relevansi program pembangunan (pemerintah) terhadap masyarakat lokal dan meningkatkan kesinambungannya, dengan mendorong rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat. Selain itu, pendekatan ini juga memiliki kontribusi dalam meningkatkan kinerja staf pemerintah dan kepuasan pelanggan atas pelayanan pemerintah.
Fokus atau objek formal Kesejahteraan Sosial adalah orang yang memerlukan pemenuhan berbagai macam kebutuhan serta usaha untuk memenuhinya. Kesejahteraan Sosial mencakup pengetahuan yang sistematis tentang orang dengan berbagai macam kebutuhannya dalam hal pendidikan, kesehatan, pemeliharan penghasilan, perumahan, pelayanan kerja, dan pelayanan sosial personal. Di samping itu dalam Kesejahteraan Sosial tercakup pula kebijakan sosial yang mengatur program-program Kesejahteraan Sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Dalam melaksanakan program program-program Kesejahteraan Sosial ini diperlukan profesi Pekerjaan Sosial.
Pekerjaan Sosial sebagai profesi utama yang bertanggung jawab atas pelayanan sosial, merupakan suatu keahlian yang didasari oleh berbagai macam ilmu pengetahuan, sikap, falsafah dan nilai-nilai, serta keterampilan-keterampilan tertentu. Ilmu pengetahuan yang mendasari Pekerjaan Sosial tersebut banyak dipinjam dari ilmu-ilmu lain. Di samping itu juga telah dikembangkan konsep-konsep yang khas bagi Pekerjaan Sosial sendiri.
Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai kepuasaan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial (Friedlander, 1961).
Pekerjaan Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi-interaksi diantara orang dengan lingkungan sosial sehingga memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Pekerjaan Sosial berusaha menolong individu, kelompok dan masyarakat agar mereka memahami secara tepat kondisi atau kenyataan yang mereka hadapi dan mencoba meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada saat yang sama, Pekerjaan Sosial berusaha untuk memobilisir sumber-sumber dan kekuatan-kekuatan sosial, baik untuk mengatasi gangguan mental psikis dan tingkah laku maupun mendorong meningkatkan kondisi sosial yang menguntungkan bagi pertumbuhan individu, kelompok dan masyarakat.
Dalam usaha pencapaian tujuan-tujuan pekerjaan sosial, fungsi-fungsi pekerjaan sosial sebagai berikut :
a.       Mengembangkan, memelihara dan memperkuat sistem kesejahteraan sosial, sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia,
b.      Untuk menjamin standar subsistensi kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai bagi semua warga masyarakat,
c.       Membantu orang agar dapat berfungsi secara optimal di dalam institutsi-institusi sosial maupun statusnya,
d.      Menopang dan memperbaiki tertib sosial dan struktur kelembagaan masyarakat.
1)  Mengembangkan sistem yang Responsif
Pemberdayaan didefinisikan sebagai membantu masyakat agar mampu membantu diri mereka sendiri (help people to help themselves). Pemberdayaan dilakukan dengan memberikan ruang dan kapasitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengaktifkan peran masyarakat serta membangun kemandirian masyarakat.
2)  Pemanfaatan Modal Sosial
Berkaitan dengan permasalahan kemiskinan, modal sosial dapat dimanfaatkan dalam upaya menanggulai kemiskinan. Karena pada dasarnya dalam diri manusia tersimpan modal sosial, seperti modal fisik dan modal finansial.Tampaknya, pengaruh positif yang diberikan oleh modal sosial dalam penciptaan kesejahteraan individu dan keluarga tidak terjadi secara langsung. Dalam konteks kesejahteraan ekonomi, modal sosial tersebut memengaruhi kesejahteraan melalui akses terhadap kredit, akumulasi aset, dan aksi kolektif (collective action) (Grootaert, 1999).
3)  Pemanfaatan Institusi Sosial
Selain adanya pemanfaatan modal sosial, penanganan masalah berbasis masyarakat juga meliputi pemanfaatan institusi sosial. Pemanfaatan institusi sosial ini ada kaitannya dengan asosiasi sukarela yang dapat meliputi kelmpok swadaya lembaga sukarela independen, lembaga sukarela kuasi pemerintah dan lembaga non-profit kuasi pemerintah. Selain itu, ada pula kaitannya dengan lingkungan tetangga dan rumah tangga yang lembaga keuangan dilakukan dengan menghimbau kepada bank-bank yang dikoordinasi oleh pemegang berasal dari keluarga ekstended da solidaritas bertetangga, pasar berupa usaha bisnis yang bersifat privat dan negara berupa pelayanan yang diselenggarakan oleh negara. Untuk pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat di atas pendanaan disalurkan melalui dua jalur yaitu melibatkan peran lembaga keuangan baik bank maupun non-bank dan bantuan pemerintah dalam bentuk bantuan langsung kepada masyarakat (BLM). Melalui jalur otoritas moneter (Bank Indonesia) untuk memprioritaskan business plan penyaluran kreditnya pada usaha-usaha mikro yang dimiliki oleh masyarakat.
E.    ORGANISANI MASYARAKAT
Yang termasuk kedalam golongan organisasi masyarakat yakni institusi masyarakat lokal, organisasi yang bergerak atas dasar motivasi filantropi (PMI), dan lembaga swadaya masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat disebut juga dengan tenaga pendamping lapangan yang berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam pelaksanaan suatu program. Suparlan dalam Latief (1999) melihat banyak keuntungan dalam kerjasama antara LSM dengan pemerintah, yaitu antara lain (1) Pemerintah dapat menghemat pembiayaan untuk menangani masalah-masalah lokal yang bersifat mikro, (2) program-program pembangunan pemerintah yang selalu bersifat top-down, sehingga LSM dapat berfungsi sebagai perantara (mediator) untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi dari ‘bawah’ dengan permasalahan mikro yang ada di tengah masyarakat. Dengan demikian selain masyarakat diuntungkan dengan penyampaian aspirasi dari bawah tersebut, juga berbagai dampak negatif dapat diidentifikasi oleh LSM dan ditanggulangi secara swadaya oleh masyarakat melalui kegiatan-kegiatan LSM.

F.     OPTIMALISASASI KONTRIBUSI DALAM PELAYANAN MASYARAKAT
Dalam mengoptimalkan kontribusi dalam pelayanan sosial, pemerintah dengan otoritas dan sumber daya yang dimiliki dapat memfasilitasi berbagai kampanye dan gerakan dalam masyarakat. Selain itu, pemerintah, jaringan organisasi sosial dan juga pihak lain terutama media masa dengan memanfaatkan sumber daya dan jaringan informasi yang dimiliki dapat berperan dalam hal ini. Kebijakan yang perlu segera diambil adalah dengan cara melakukan berbagai usaha kesejahteraan sosial dan pelayann sosial agar tidak terlalu birokratis apalagi berorientasi proyek.

G.   UPAYA PENANGANAN MASALAH
Upaya penanganan kemiskinan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan pihak pemerintah swasta, LSM, dan partai politik sebagaimana diuraikan terdahulu tampaknya belum berhasil menurunkan angka kemiskinan secara bermakna(Brodjonegoro,2007). Hal ini disebabkan antara lain oleh:
a.       Luasnya masalah kemiskinan, kurang lebih 15% penduduk miskin dari seluruh penduduk Indonesia
b.      Penanganan kemiskinan yang tidak terintegrasi karena ego sektoral yang sangat kuat
c.       Tidak melibatkan dan memberdayakan orang miskin dalam mengatadi kemiskinan
d.      Peraturan perundangan yang tidak memihak kaum miskin, dan
e.       Kemiskinan dilihat sebagai masalah ekonomi dan keterampilan teknis semata-mata.





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, meliputi aspek psikologis, aspek sosial, aspek politik. penyebab kemiskinan yang secara tidak langsung menjadi standar global:
1. Kemiskinan kebudayaan, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada subjeknya. Misalnya: malas, tidak percaya diri, gengsi, tidak memiliki jiwa wirausaha yang kompatibel, tidak mempunyai kemampahlian,dsb.
2. Kemiskinan struktural, hal ini biasanya terjadi karena disebabkan oleh faktor eksternal yang melatar belakangi kemiskinan. Faktor eksternal itu biasanya disebabkan kinerja dari pemerintah diantaranya: pemerintah yang tidak adil, korupsi, paternalistik, birokrasi yang berbelit,dsb.
Depsos sebagai suatu insansi memiliki beberapa agenda yang memang merupakan disiapkan untuk menekan angka kemiskinan diantara program kerja Depsos yang telah terealisasi yang menurut Edi Suharto,phd adalah strategi pendekatan pertama yaitu pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana simiskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan, maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk Prokesos yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan menjadi :
Lingkup materi yang diatur dalam Undang-undang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional memuat tentang prinsip-prinsip kesejahteraan sosial, hak warga negara, tanggung jawab warga negara, keluarga dan masyarakat, kewajiban Negara, sasaran dan sumber pelayanan kesejahteraan sosial, pelayanan kesejahteraan sosial, pengelolaan pelayanan kesejahteraan sosial, peranserta masyarakat, evaluasi, akreditasi dan sertifikasi, lembaga kesejahteraan sosial, penyidikan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup








DAFTAR PUSTAKA
James Midgley, etc. The Handbook of Social Policy.
Bruce.S Jansson. Social Policy, from theory to policy practice, second edition. Brooks / Cole Publishing Company. California : 1994.
Robert Morris. Social Policy of The American Welfare State. Harper & Row Publisher. USA : 1979.
Oxford English Dictionary, compact edition. New York : Oxford University Press. 1971.
Isbandi Rukminto Adi. Phd, “ Kemiskinan Multidimensional “ pada acara yang diselenggarakan BEM-J PMI dengan tema ‘Mencari Paradigma Baru Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial’. Gd. Teater Fakultas Dakwah & Komunikasi. UIN Jakarta, 28 Desember 2005.
Edi Suharto. Phd. Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya. http://www.policy.hu/suharto/makIndo13.html
Edi Suharto, Phd. Materi Latihan : Analisis Kebijakan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/makIndo21.html.
Edi Suharto, Phd . Pendekatan Pekerja Sosial dalam Menangani Kemiskinan di Tanah Air. http://www.policy.hu/suharto/makIndo27.html
www.google.com
the world bank,2007,understanding poverty
frances Fox Piven, Richart A. Cloward, regulating the poor
stefanusrahoyo.blogspot.com/../modal social-guanxi-dan-kemiskinan.html-